Sabtu, 19 Januari 2013

BAB 13


12. Manusia, hidup dan Kematian

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Al-Mulk:2)

Bismiillahirrahmanirrahiim
Segala puji bagi Allah, shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad saw.

Manusia dan kematian adalah dua hal yang tidak bisa terpisahkan, bak sekeping mata uang logam, keduanya saling bertautan. Selaras dengan hukum alam –sunnatullah-, bahwa setiap yang mempunyai jiwa akan mengalami kematian, maka kematian manusia adalah hal yang pasti dan tidak dapat terelakkan.

Kematian manusia adalah proses yang terus berlangsung. Kematian manusia, karenanya, adalah problema manusia masa lalu, masa kini, dan masa mendatang. Problema seperti ini kita sebut problem filosofis-eksistensial yang tak kenal batasan spasio-temporal. Namun demikian, bingkai historis tetap diperlukan untuk memberi insight tentang sebab-musabab dan dampak luasnya terhadap keadaan kemanusiaan.

Dalam makalah ini kami ingin paparkan sekelumit tentang manusia dan kematian yang meliputi hakekat kehidupan, kematian, keutamaannya dan persiapan menghadapinya dengan merujuk kepada al-Qur'an dan Hadits.

12.1
a. Pengertian hidup
Hidup adalah pertalian roh dan badan serta hubungan interaksi antara keduanya. Atau hidup adalah suatu sifat yang dengan sifat itu sesuatu menjadi berpengetahuan dan memiliki kekuatan. Jadi, hidup itu merupakan sumber kenikmatan; sebab dengan adanya hidup maka tidak seorang pun dapat menikmtai arti kehidupan dunia serta merasakan pembalasan baik buruk di akhirta nanti. 

Namun, lebih luas M. Mutawalli Asy-Sya'rawi mengatakan, bahwa kehidupan tidak terbatas hanya pada kehidupan jin dan manusia, tapi mencakup semua makhluk yang ada di alam ini. Beliau menganggap salah selama ini orang-orang terlanjur mendefenisikan makhluk hidup itu sebagai sesuatu yang dapat merasa dan bergerak, padahal yang sebenarnya makhluk hidup itu semua benda yang dapat melaksanakan fungsinya di alam ini.

Sepintas kita melihat benda padat (jamad) itu memang tidak bergerak (mati), padahal yang sebenarnya ia hidup. Kesimpulan kita selama ini hanya didasarkan pada interpretasi umum yang menyatakan bahwa gerak merupakan ciri bagi makhluk hidup. Bahkan dijelaskan dalam al-Qur'an bahwa benda padat bisa menangis (QS. Al-Dukhan:29), bisa mendengar (QS Fushshilat:11) dan bisa berbicara (QS. al-anbiya:79;al-Isra:44). 

Dunia ini diciptakan oleh Allah sebagai tempat kehidupan dan kematian. Sedangkan alam akhirat dijadikan sebagai tempat pembalasan dan kemudian tempat yang kekal abadi.

Allah telah menciptakan hamba-Nya di dunia ini untuk menyembah hanya kepada-Nya serta menguji mereka, sehingga dapatlah diketahui siapa di antara mereka yang paling baik amalnya, nanti akan diberi balasan pahala, atau siapa yang berbuat durhaka maka nanti akan mendapatkan siksa. Firman Allah swt 
Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.(QS. Al-Kahfi: 7)

Allah menjadikan manusia bertempat tinggal di dunia, supaya mereka dapat mengetahui keagungan-Nya dan keluasan ilmu-Nya sehingga mereka mau mengabdi hanya kepada-Nya semata, merendahkan diri kepada-Nya, serta patuh dan tunduk di bawah keputusan takdir-Nya atau mengikuti kehendak-Nya.

Manusia lahir dari perut ibunya tanpa pengetahuan dan kesanggupan apa-apa untuk memberi, menolak atau menghindarkan diri dari suatu bencana atau mendatangkan sesuatu yang menguntungkan dirinya sendiri. Pendek kata ia masih merupakan seorang hamba yang pada Zatnya senantiasa membutuhkan kepada penciptanya. Maka tatkala Allah menyempurnakan nikmat-Nya kepadanya; mencurahkan rahmat dan memberikan sebab-sebab terwujudnya kesempurnaan dirinya lahir batin, memberikan segala macam nikmat-Nya, yang tak mungkin dapat disebutkan dengan lisan maupun tulisan, lantas manusia yang miskin ini mengaku bahwa dirinyalah yang memiliki kekuatan dan sebagai kekuasaan, serta mendakwakan dirinya sebagai penguasa di samping Allah. Ia telah memandang dirinya tidak seperti pandangannya yang pertama ketika ia masih merupakan sesuatu yang asal kejadiannny dari ada, fakir, serba membutuhkan. Ia seolah-olah tidak pernah menjadi makhluk yang miskin lagi kekurangan.

12.2
b. Pengertian Mati 
Mati ialah terputusnya hubungan roh dengan lahir batin, perpisahan antara keduanya, pergantian dari yang satu keadaan kepada keadaan lain. Mati berbeda dengan tidur, karena tidur terputusnya roh sementara dengan hubungan-hubungan lahiriah. 

Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan.. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir. (QS. Al-Zumar: 42)

Maksud ayat di atas, Allah yang menggenggam roh di saat telah tiba saatnya, yaitu tidak adanya hidup, jiwa dan gerakannya. Dan Allah juga menggenggam roh yang belum datang masa ajalnya, di saat ia sedang tidur, di mana roh tidak lagi mempunyai kemampuan untuk membedakan dan dan merasakan sekalipun secara batin. Sebab di saat tidur, hidup, jiwa dan gerakan masih ada. Karena itu para ulama mendefenisikan tidur itu sebagai satu naluri yang dengan paksa menimpa seorang, sehingga menghalangi perasaannya untuk mengadakan dan melengahkannya dari kesanggupan untuk mengerti.

Ada pula yang berpendapat bahwa tidur itu adalah pingsan yang hebat yang menimpa pikiran, sehingga menghalangi mengetahui sesuatu yang ada ini. 

Dalam keadaan bangun, maka roh manusia berjalan dalam tubuh lahir batin. Dan mengerti tentang Allah menggenggam roh di kala dalam keadaan tidurnya dan dalam keadaan matinya dengan genggaman yang melepaskan dan menahan yaitu Allah menutup roh dengan sesuatu yang dapat mencegahnya dari melakukan segala sesuatu yang dapat dipegang (digenggam). Yang belum sampai batas waktu ajalnya, dilepaskan kembali dan yang sudah sampai kepada maut, maka ditahannya hingga hari kiamat.

Adapun kematian itu sendiri adalah batas kesempurnaan roh (jiwa) dalam hidup (umur). Maka maut berarti menghilangkan seluruh seluruh daya rasa selama roh itu berada di genggaman Allah. Atau maut merupakan penyempurnaan keseluruhan secara hakiki yakni mati dan yang lain adalah penyempurnaan tidur (tidur sempurna), sebab pada hakikatnya adalah mati juga. 

Sementara mengenai mati, Munandar Sulaeman mengatakan bahwa kata mati berarti tidak ada, gersang, tandus, kehilangan akal dan hati nurani, kosong, berhenti, padam, buruk, lepasnya ruh dari jasad (QS. 2:28; 2:164; 33:52; 6:95).
Sedangkan pengertian mati yang sering dijumpai dalam istilah sehari-hari adalah:
1. kemusnahan dan kehilangan total roh dari jasad.
2. terputusnya hubungan antara roh dan badan.
3. terhentinya budi daya manusia secara total.

Mengenai pengertian mati yang pertama dan kedua di atas, kalau dikaji dengan keterangan-keterangan yang bersumber dari agama (Islam), maka kematian bukanlah kemusnahan atau terputusnya hubungan. Kematian hanyalah terhentinya budi daya manusia pada alam pertama, yang nanti akan dilanjutkan kehidupannya pada alam kedua. Ajaran agama menggambarkan adanya konsepsi pertalian alam dunia dan alam akhirat serta menggambarkan prinsip tanggung jawab manusia selama hidup di dunia. Hal ini dijelaskan dalam sabda Nabi Muhammad saw. : "apabila anak Adam telah mati, maka terputuslah daripadanya budi-dayanya kecuali tiga perkara: sedekah jariah, ilmu yang berguna, atau anak saleh yang mendoakan kebaikan bagi kedua orang tuanya". Demikian pula firman Allah:
dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.(QS. Al-Baqarah:154)

Sedangkan proses kematian manusia itu sendiri tidak dapat diketahui dengan jelas, karena menyangkut segi fisik dan segi rohani. Dari segi fisik dapat diketahui secara klinis, yaitu seseorang dikatakan mati apabila pernapasan dan denyut jantungnya berhenti. Dari segi rohani ialah proses roh manusia melepaskan diri dari jasadnya, oleh karena itu proses kematian dari segi rohani ini sulit dijelaskan secara inderawi, tetapi nyata terjadi. 

Mengenai roh, para ulama saling berbeda pendapat, sehingga menjadi dua golongan. Segolongan bersikap diam dan tidak mau mengatakan pengertian roh dan tidak mengadakan apa-apa. Hanya mereka itu berkata: "Roh adalah tetap pada urusan Tuhan dan termasuk rahasia-Nya yang Allah perlihatkan gejala-gejalanya dengan ilmu-Nya, tetapi Dia tidak memberikan ilmu dan pengetahuan tentang roh itu kepada siapa pun. Inilah sebagai alasan mereka, seperti yang telah difirmankan oleh Allah:
dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".(QS. Al Israa' : 85)

Kemajuan ilmu dan teknologi yang dicapai manusia dewasa ini (bahkan sampai kapan pun) ternyata tidak sanggup mengatasi masalah kematian. Ilmu pengetahuan hanya mampu menyelidiki sebab-sebab kematian, sekalipun bahwa pada hakikatnya tidak ada sebab kematian kecuali ajal. 

Kematian bukanlah proses akhir bagi kehidupan sebenarnya, tapi hanya merupakan tempat singgah (transit). Ada empat fase yang telah dan akan dilewati manusia dalam perjalanan hidupnya:
1. fase kematian di alam substansi
2. fase kehidupan dunia
3. fase kematian di alam barzakh
4. fase kehidupan di akhirat (kehidupan sebenarnya, kekal dan abadi). 

c. Keutamaan Mati
Keutamaan dan fungsi kematian sulit untuk dijawab apabila berdasarkan atas akal. Fungsi kematian ada apabila jawabannya bersumber dari ajaran-ajaran agama. Ajaran agama tidak memandang semata-mata sebagai kematian fisik, tetapi berfungsi rohaniah, yaitu untuk memberikan pembalasan kepada manusia sesuai dengan amal perbuatannya sewaktu hidup. Fungsi kematian adalah untuk menghentikan budi-daya, prestasi dan sumbangan seluruh potensi kemanusiaannya . 

Seseorang yang berkecimpung dalam kemewahan dunia dan tenggelam karena tertipu oleh keindahannya serta sangat mencintai kesenangan-kesenangannya, pastilah ia lupa untuk mengingat kematian. Bahkan ia tidak ingat sama sekali bahwa suatu ketika ia juga akan mati. Seandainya ia diingatkan oleh orang lain, ia malahan membencinya. Golongan semacam ini telah disebutkan Allah dalam firman-Nya: 

Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, Maka Sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS. Al-Jumu'ah:8)

Orang yang tidak ingat bahwa dirinya akan mati, maka ia akan menjadi orang yang celaka. Biasanya ia berbuat sewenang-wenang, sombong, angkara murka dan lain-lain, sifat yang tidak terpuji. Berbeda dengan orang yang selalu mengingat mati. Ia akan menjauhi sifat-sifat yang tidak terpuji. Karena itu, mengingat mati termasuk salah satu yang terpuji dan yang paling utama.
Banyak hadits nabi yang menganjurkan mengingat mati, di antaranya adalah:
أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَذَّامِ اللَّذَّاتِ (رواه الترمذي)
"Perbanyaklah mengingat-ingat sesuatu yang melenyapkan segala macam kelezatan (kenikmatan)" (HR. Tirmidzi)

Dengan kematian, seorang mukmin akan mendapat pahala dan ganjaran, sebab ia bersabar dalam menerima penderitaan dan kesakitan mati.

Sebenarnya, dengan dirahasiakannya kematian itu ada hikmah yang dapat diambil oleh manusia. Pertama, setiap saat manusia akan selalu sadar dan yakin bahwa ia akan menjumpai kematian, dengan demikian manusia akan bersegera melakukan amal kebaikan dan menjauhkan dari perbuatan maksiat. karena merasa takut jika tiba-tiba ajal menjemput sementara amal kebaikan dirasa masih sedikit. Kedua, kita merasa yakin bahwa tidak ada sebab kematian kecuali ajal, karena sesungguhnya segala sebab kematian yang kita perhitungkan seperti rasa sakit, ketuaan dan lain sebagainya hanyalah merupakan sebab yang tidak hakiki. Karena, jika mati datang, ia tidak memerlukan sebab.
Katakanlah: "Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah". tiap-tiap umat mempunyai ajal[696]. apabila telah datang ajal mereka, Maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan(nya).

d. Menyiapkan Diri Untuk Mati
Dalam menyikapi kematian, tiap orang bermacam-macam sesuai dengan keyakinan dan kesadaran yang dimilikinya, di antaranya adalah:
1. orang yang menyiapkan dirinya dengan amal perbuatan yang baik karena menyadari bahwa kematian bakal datang dan mempunyai makna rohaniah.
2. orang yang mengabaikan peristiwa kematian, yang menganggap kematian sebagai peristiwa alamiah yang tidak ada makna rohaniahnya.
3. orang yang merasa takut atau keberatan untuk mati karena terpukau oleh dunia materi.
4. orang yang ingin melarikan diri dari kematian karena menganggap bahwa kematian itu merupakan bencana yang merugikan, mungkin karena banyak dosa, hidup tanpa norma, atau beratnya menghadapi keharusan menyiapkan diri untuk mati. 
Menurut Zakiah Daradjat, khusus pada usia remaja, kematian dipandangnya sebagai akhir yang harus dialami oleh setiap manusia dan mati merupakan suatu bencana alamiah yang besar, oleh karenanya remaja merasa takut, ia tidak ingin menghayalkan bahwa ia akan terlepas dari bencana mati itu, akan tetapi ia mencari keyakinan logis yang lebih mendalam, misalnya dengan mempercayai adanya kehidupan akhirat, sehingga kecemasan terhadap mati akan berkurang dengan adanya keyakinan terhadap kehidupan akhirat sesudah mati, termasuk adanya surga dan neraka, sehingga hal ini akan mendorong dia untuk mempersiapkan diri dengan memperbanyak berbuat kebaikan.
Ketakutan remaja akan kematian dirinya, karena:
1. berpisah dengan orang-orang yang disayangi dan kuatir meninggalkan mereka.
2. rasa dosa, takut bertemu dengan Allah, seolah-olah takut akan hukuman akhirat.
3. ambisi dan cita-citanya belum dan tidak akan tercapai. 

Oleh karena mati adalah pasti, maka sebagai seorang mukmin harus mempersiapkan diri dalam arti tidak lengah untuk mengingat mati yang ada di hadapannya, serta mengingatkan sahabat-sahabatnya atau teman-temannya, sehingga mereka akan mengingat tempat kembalinya yang berada di dalam bumiyang akan menghapuskan wajah-wajah mereka yang baik serta pembalasan yang akan terjadi dalam kuburan mereka, bagaimana anak-anak mereka terlepas, harta mereka tinggalkan, majelis-majelis mereka serta bekas-bekas mereka akan putus. Sabda Nabi Muhammad saw.:
اَلْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ . وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا ثُمَّ تَمَنَّى عَلَى اللهِ (رواه ابن ماجه) 
"orang yang cerdik ialah menjauhkan nafsunya dan beramal untuk(persiapan)setelah kematian, sedangkan orang yang lemah adalah yang menurutkan hawa nafsunya kemudian berharap kepada Allah (untuk mengampuninya") (HR. Ibnu Majah)

Kematian adalah musibah yang besar dan penderitaan yang hebat. Akan tetapi justru yang lebih hebat lagi adalah sikap melalaikan diri untuk mengingat kematian, tidak mau merenungkan soal ini dan tidak mau beramal guna menyongsong kematian itu. Kematian sungguh menjadi suatu pelajaran bagi orang yang mau menyadarinya. 

SIMPULAN:
Hidup adalah pertalian roh dan badan serta hubungan interaksi antara keduanya. Arti kehidupan bagi seorang Muslim adalah sebagai kesempatan untuk beribadah kepada Allah swt. sebagai bekal untuk menghadapi hari kemudian (akhirat).

Mati ialah terputusnya hubungan roh dengan lahir batin, perpisahan antara keduanya. Bagi seorang muslim, mati bukanlah akhir segalanya. Mati lebih merupakan laksana untuk menuju kehidupan selanjutnya yang kekal dan abadi (akhirat).

Kehidupan setelah kematian merupakan pembalasan kepada manusia sesuai dengan amal perbuatannya sewaktu hidup di dunia. Sehingga bagi orang yang ingat akan mati, dia akan mempersiapkan dirinya dengan banyak beramal saleh, berlaku zuhud dalam hidupnya dan bertakwa kepada Allah. Sebaliknya, orang yang tidak ingat bahwa dirinya akan mati, maka ia akan menjadi orang yang celaka. Biasanya ia berbuat sewenang-wenang, sombong, angkara murka dan lain-lain, sifat yang tidak terpuji.

Wallahu a’lam bi al-shawab



DAFTAR PUSTAKA

Asy-Sya'rawi, M. Mutawalli, Prof. DR., Esensi Hidup dan Mati, (pen. Khalilullah Ahmas). Jakarta: Gema Insani Press,1996

Daradjat, Zakiah, DR. Ilmu Djiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1972
Departemen Agama, Al Quran dan Terjemahnya, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci AL Quran, 1993/94

Notowidagdo, Rokhiman, Drs. H., Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Qur’an dan Hadits, Jakarta:Raja Grafindo Persada 1996

Sulaeman, Munandar M., Ir. Drs., Ilmu Budaya Dasar, Bandung: Eresco, 1995
CONTOH KASUS :
Manusia sebagai makhluk sempurna yang terlahir di dunia dianugerahi akal, pikiran, dan perasaan menimbulkan berbagai permasalahan yang kompleks. Adanya jiwa seni, rasa cinta kasih, apresiasi terhadap keindahan, rasa penderitaan, menginginkan keadilan, memiliki pandangan hidup dan harapan, adanya rasa gelisah, semua itu harus diimbangi dengan rasa tanggungjawab. Sebagai contoh, dalam agama Islam, berbagai macam perilaku manusia di dunia, kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akherat. Demikian pula dengan adanya penilaian orang lain terhadap tingkah laku kita semasa hidup, apakah kita termasuk orang yang ramah, mudah bergaul, jahat, atau suka menolong sesama, tentunya akan diingat dalam benak setiap orang yang mengenal kita. Seperti pepatah, gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang.

Kehidupan manusia dimulai sejak dalam kandungan. Setelah terlahir, di dunia, manusia belajar untuk bersosialisasi, belajar mengenal berbagai hal yang ada di dunia, belajar mencukupi kebutuhan diri, melakukan hal-hal yang menjadi kodrati seorang manusia, tentunya harus disertai dengan sikap tanggungjawab.

Dalam kehidupan manusia, ada satu hal yang kedatangannya tidak dapat dipungkiri ataupun ditolak, yaitu kematian. Tidak ada yang mengetahui kapan kematian akan datang. Seperti pepatah yang saya ketahui mengatakan bahwa, “Ketika kematian menjemputmu, itu berarti misi mu di dunia telah berakhir.” Kematian menjadi batas akhir dalam setiap perbuatan yang kita lakukan di dunia. Itu berarti bahwa kehdupan di dunia hanya sementara. Bukan berarti pula kita tidak boleh meraih kebahagiaan, di dunia, tetapi jangan sampai dunia menjerumuskan kita, yang membuat saya berprinsip,”Selesaikan misi dengan tetap berada di jalur aman, sampai datang saat misi harus selesai dan berakhir.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar